Selasa, 24 Maret 2009

Jumat, 20 Maret 2009

DOA PERNIKAHAN

Do’a Pernikahan

Ya...Allah Rubbul Alamin. Untaian syukur atas segala nikmat dan karuna-Mu tidak akan pernah terhenti di setiap hembusan nafas kami. Engkaulah zat yang Maha agung pemberi nikmat dan ketenangan hati. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kami Nabi Ahiruzzaman, sang penyampai wahyu dan penunjuk jalan segala kebenaran. Nabi Muhammad SAW. Bersihkanlah kami dari segala dosa yang kecil dan yang besar yang kami sengaja atau yang tidak. Semoga Engkau jadikan kami separuh dari ummat-NYa yang mendapatkan surga-Mu tanpa sebuah proses perhitungan amal. Dengan ridho-Mu lah kehidupan dunia dan ahirat kami tempuh maka, berikanlah selalu ridho-Mu untuk menjani kehidupan ini.

Ya Rabana... karena nilai kasih sayangmu yang tiada terhingga, hari ini mengiring rasa syukur atas limpahan karunia dan nikmatmu, Engkau jadiakan saudara kami...anak kami tercinta... menjadi pasangan suami istri yang syah dalam pernikahan yang penuh berkah ini... Ya Rab..limpahkanlah karuniamu dan keberkahanmu, jadikan keluarga mereka sebagai keluarga sakinah, mawaddah dan penuh rahmah..

Aku meminta-Mu, Ya.. Rabbi, seluruh kebaikan yang aku ketahui maupun yang tidak kami ketahui. Aku meminta kepada-Mu kebaikan yang diminta oleh hamba-hamba mu yang soleh, wahai zat yang paling baik diminta dan paling dermawan dari yang memberi, kabulkanlah permintaan kami baik untuk diri kami, keluarga kami, kedua orang tua kami, keturunan kami, kerabat dekat kami, dan saudara-saudara kami. Bahagiakanlah kehidupan kami, Khususnya kebahagiaan bagi kedua mempelai yang hari ini engkau berkahi dalam ikatan pernikahan yang penuh syahdu dan khidmat..

Maha suci engkau Ya… Robbi pemberi ketenangan hati. Jadikanlah segala tekad dalam kehidupan kami adalah sebuah kesucian hati yang tiada noda dan dosa melekat di dalam nya. Jadikanlah tekat kami dalam pernikahan ini adalah sebuah ketulusan untuk mencari ridhomu.Ya…Allah maha pengasih dan penyayang karunialah kami sebuah kebahagian dalam ikatan cinta, kasih sayang, dan ketenagan hati dalam kehidupan berrumah tangga. Berikanlah seluruh berkah-Mu yang ada di antara langit dan bumi untuk melindungi jalinan rumah tangga kami dari godaan syetan yang terkutuk.

„ ALLAHUMMA ALLIF BAINANA WA BAINA QULUBINA.. KAMA ALAFTA BAINA ADAM WA HAWA...

Wahai yang maha bijaksana. Satukanlah tekad kami dalam pernikahan ini adalah sebuah jalan untuk beribadah kepada-Mu. Berikanlah kebahagiaan kepada kami dalam kehidupan suami isrti seperti engkau memberi kebahagiaan dan ketenangan kepada Nabi Adam dan Siti Hawa. Beriakanlah suatu jalan yang terbaik bagi-Mu untuk mengarungi samudra kehidupan berrumah tangga. Kembalikanlah segala permasalah kami kepada solusi-Mu, kembalikanlah segala kesulitan kami kepada kemudahan-Mu, kembalikanlah kesedihan kami kepada kebahagiaan-Mu, dan kembalikanlah kufur kami kepada syukur-Mu.

Ya…Allah jika engkau berkehendak pada suatu hal maka tiadak satu makhlukpun yang bisa menghalangi-Mu. Engkaulah raja dari segala raja, Tuhan alam semerta. Tempat mahluk beribadah dan mengantungkan segala do’a. Beriakanlah kemudahan kepada kami untuk mencari rizki-Mu, jika rizki kami di atas langit turunkanlah dan jika rizki kami di dalam bumi keluarkanlah. cukupilah segala kebutuhan kami. Jadikanlah rizki itu rizki yang barokah dan hanya kembali untuk beribadah kepadamu.

Kami tidak akan bisa banyak memperjuangkan Agama-Mu. Tanpa Engkau berikan keturunan kepada kami anak-anak yang sholih, sholiha. Karena mareka adalah generasi muda dan sebagai penerus perjuangan Nabi maka, karuniailah kepada kami anak-anak yang sholih ta’at kepada syariat-Mu dan kepada orang tua. Jadikanlah keturunan kami sebagai seorang pemimpin, pemimpin yang mau untuk pertanggung jawab atas semua yang dipimpinnya dan seorang rakyat yang ta’at atas keadilah pemimpinnya. Berikanlah kecerdasan emosi dan spiritual kepada mereka, dan mampu untuk berjuang demi Agama dan Negara.

Ya…Allah ya Tuhan kami tiada Tuhan yang patut disembah hanya Engkau. Rencana sertu tujuan kami sangat banyak sekali tetapi engkau maha tau tentang tujuan-tujuan itu maka berikanlah kemudahan untuk mewujudkannya baik tujuan dunia dan aqirat. Jadikanlah sebuah pernikahan ini adalah salah satu jalan untuk mencari ridho dan kebahagian serta ketengan hati dalam jalinan cinta kasih.

Ya… Allah dengan ridho-Mu, berikanlah kami kebaikan di dalam dunia dan imbalan amal yang baik di ahirat. Ya…Allah lindungilah kami siksa kubur dan dari azab api neraka. Dengan rahmat-Mu berikanlah surga kapada kami, kumpulkanlah kami dengan hamba-hamba-Mu yang taat kepada-Mu. Amin……….

Sabtu, 07 Februari 2009

KEMAMPUAN OTAK DALAM BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN

Terlepas dari penemuan‑penemuan penelitian yang me­nunjukkan hal sebaliknya, kekeliruan memisahkan antara. pikiran dan tubuh dalam sistem pendidikan tradisional masih tetap bertahan. Memang, banyak guru pendidikan khusus, guru integrasi sensori, para terapis pekerjaan, dan guru pendidikan fisik, sejak lama telah meng‑enali hubungan antara pembelajaran fisik clan mental, tetapi secara keseluruhan, sekolahsekolah belum sejalan dengan penelitian yang menghubungkan gerakan fisik dengan proses berpikir. Henrietta Leiner, Ph.D., dan Alan Leiner, Ph.D., dua ilmu wan saraf dari Stanford University, adalah orang‑orang terdepan dalam penelitian ini (1993), yang pada akhirnya menyempurnakan "peta kognitif". Penclitian mereka terpusat pada cerebellum (istilah latin untuk "otak kecil") yang terletak di pangkal otak. Meskipun sekumpulan gumpalan berbentuk kembang kol ini hanya merupakan sersepuluh dari volume otak, ia mengandung lebih dari pada setengah dari keseluruhan neuron kita dan sekitar empat puluh juta serat saraf ‑ empat puluh kah lebih banyak daripada kumpulan saraf optik yang kompleks.
Serat‑serat saraf bukan hanya memberi informasi dari korteks ke cerebellum, tetapi para peneliti telah menemukan bahwa ia juga melakukan tugas sebaliknya. Dengan kata lain, komunikasi antara kedua area otak yang penting ini seperti sebuah sistem jalan raya dua arah. Sebe­lumnya, cerebel­ lum diperkirakan hanya memproses sinyal‑sinyal dari cerebrum dan me­ngirimkannya ke korteks motorik. Akan tetapi, Leiners menjelas­ kan bahwa ini hanyalah sebagian dari gambaran besamya. "Kesalahannya adalah pada mengasumsikan bahwa sinyal‑sinyal hanya berjalan menuju kortek motorik. Tidak demikian." Tempat terakhir informasi diproses pada cerebellum, sebelum ia dikirimkan ke korteks, adalah pada nukleus dentate.
Meskipun kebanyakan mamalia tidak memiliki nukleus dentate, primata (dengan kemampuan belajar yang tinggi) memilikinya. Area yang lebih kecil, yakni nukleus neodentate hanya terdapat pada manusia dan memainkan peranan yang signifikan dalam berpikir. Ketika neurolog Robert Dow, Ph.D., mengemukakan bahwa salah satu pasiennya yang mengalami kerusakan cerebral, temyata juga mengalami kerusakan fungsi kognitif, hubungan antara gerakan dan berpikir (serta cerebellum dan cerebrum) mi41ai terlihat jelas. Sekarang ini, kita mengenalibahwa subbagian otak ini (cerebellum), yang sejak lama diketahui berperan dalam. postur, koordinasi, keseimbangan, dan gerakan, mungkin adalah raksasa tidur otak kita

BAB II
PERAN GERAKAN DAN OLAH RAGA

A. PERKEMBANGAN MOTORIK DAN PEMBELAJARAN
Neuro‑fisiolog Carla Hannaford, Ph.D., (1995) mengatakan bahwa vestibular (telinga bagian dalam) dan sistem cerebellar (aktivitas motorik) adalah sistem sensori yang pertama kah matang. Kanal‑kanal semisirkuler dari bagian dalam, telinga kita. dan vestibular nuclei adalah mekanisme pengumpul informasi dan umpan balik yang menginformasikan gerakan kita. Sewaktu impuls berjalan bolak balik melalui wilayah saraf dari cerebellum menuju wilayah otak lainnya, termasuk sistem visual dan korteks. sensori, vestibular nuclei menffiantu. menyeimbangkan irama gerakan kita dan juga mengaktifkan sistem pengaktifan reticular (RAS = Reticular Activating System) yang berada di dekat bagian atas batang otak.
Sistem pengaktifan reticular ini, yang menerima data sensori‑masuk, membentuk sistem‑atensional kita. Interaksi antara kedua sistem ini membantu kita menjaga keseimbangan kita, menertemahkan pikiran ke dalam tindakan, dan mengoordinasikan gerakan‑gerakan tubuh. Permainan‑permainan di tempat bermain dan gerakan tertentu seperti berayun, menggelinding, dan melompat menstimulasi sistem ini. "Ketika kita tidak bergerak dan mengaktifkan sistem vestibuler, kita tidak memasukkan informasi dari lingkungan," demikian Hannaford mengingatkan.






Apa Artinya Hal Ini bagi Anda ?

Salah satu bentuk "oiahraga" yang paling sederhana, tetapi mungkin paling penting bagi pembelajaran yang optimal adaiah sesuatu yang terasa mulai menghilang dari kehidupan anakanak sekarang ini‑permainan dan gerakan yang menstimulasi sistem vestibuler. Semua bayi, anak‑anak dan remaja dapat menerima manfaat dari permainan yang menggerakkan anggota tubuh yang menuntun mereka untuk berputar dan berbalik. Pada kelas yang lebih tinggi, partisipasi dalam olahraga dan mengejar sesuatu yang menuntut tindakan fisik yang energik (misainya berenang, menyelam, menari, atietik) dapat menunjang pembelajaran; ketika masih duduk di kelas yang lebih rendah, permainan‑permainan sederhana, seperti KejarKejaran Segitiga, misainya, dapat mendorong terjadinya gerakan‑gerakan yang bermanfaat. Dalam Kejar‑kejaran Segitiga, tiga orang pemain membentuk segitiga dengan perpegangan tangan, sementara pemain ke empat berdiri di luar kelompok dan mencoba untuk mengejar "apa pun" yang ada di dalam segitiga. Tim segitiga harus berputar untuk melindungi "benda" tersebut dari pengejar! Ini hanya salah satu ide; masih ada ratusan macam permainan sederhana yang dapat memfasilitasi hasrat bergerak

Peter Strick, Ph.D., (1955) di Veteran Affair Medical Centre of Syracuse, Ney York menemukan hubungan penting lainnya. Stafnya melacak sebuah jalur dari cerebellum (lihat Cambar 12.3) kembali ke bagian otak yang terlibat dalam memori, atensi, dan persepsi spasial. Yang menakjubkan, bagian otak yang memproses gerakan adalah bagian otak yang sama dengan yang memproses pembelajaran.
Di Philadelphia, Glen Doman, Ph.D., (1994) berhasil meraih kesuksesan spektakuler dengan anak‑anak autistik dan yang mengalami kerusakan otak dengan menggunakan terapi integrasi sensori yang intens. Banyak guru yang telah mengintegrasikan "permainan" produktif ke dalam kurikulurn mereka telah menikmati hasil positif. Gambar 12.2 mengilustrasikan bagaimana gerakan motorik dasar memiliki hubungan dengan serangkaian keterampilan akademik yang dituntun.
Pada Konferensi Society for Nueronscience di San Diego belum lama ini, W. T. Thatch, Jr., Ph.D., pimpinan simposium yang bertema "Peran Cerebellum dalarn kognisi," menyebutkan delapan puluh studi yang mengemukakan hubungan yang kuat antara cerebellum dan memori, persepsi spasial, bahasa, atensi, emosi, sinyal~sinyal nonverbal, dan bahkan pengambilan keputusan.
B. PENGUNGKAPAN KODE SEREBRAL
Otak kita menciptakan‑gerakan dengan mengirirnkan impuls saraf yang sangat banyak baik ke otot maupun larynx atau kotak suara. Oleh karena masing‑masing otot mendapatkan pesan pada waktu yang berbeda meskipun‑ dalarn perbedaan yang sangat kecil, ia hampir seperti sebuah ledalkan yang tepat pada waktunya dari sebuah tim pembuat spesial‑efek. Sekuen otak‑tubuh yang menakjubkan ini dirujuk sebagai pola spatiotemporal (ruang‑waktu). Peneliti Wiliam Calvin (Calvin dan Ojemann 1994) menyebutnya kode serebral. Gerakan-gerakan sederhana seperti mengunyah permen karet dikendalikan oleh sirkuit‑sirkuit otak dasar yang terdekat dengan pilinan dawai gerakan yang lebih kornpleks membutuhkan area otak yang lebih luas yang meliputi korteks prafrontal dan dua per tiga bagian belakang lobus frontal (lihat Gambar 12.3), khususnya bagian dorsolateral dari lobus frontal. Hal ini adalah area otak yang sering digunakan untuk menyelesaikan masalah, merencanakan. dan mengurulkan.
Area yang dikenal dengan nama anterior cingulata (lihat Gambar 12.3) akan aktif khususnya apabila gerakan‑gerakan baru atau kombinasi gerakan baru dilakukan untuk pertama kalinya. Area khusus ini tampaknya mengikat beberapa gerakan untuk pembelajaran. Sejumlah studi awal mengindikasikan bahwa jika gerakan kita terganggu, cerebellum dan koneksinya dengan area otak lainnya dikompromikan. Penemuan‑penemuan ini mengimplikasikan dengan kuat nilai dari pendidikan, gerakan, dan permainan fisik dalam meningkatkan kognisi.

C. TUMBUH AKTIF
Banyak peneliti percaya bahwa integrasi sensori‑motorik adalah fundamental bagi kesiapan sekolah. Dalam sebuah studi di Seattle, Washington para siswa kelas tiga mempelajari konsep‑konsep seni dan bahasa melalui kegiatan‑kegiatan menari yang melibatkan gerakan berputar, merangkak. berguling, bergoyang, jumpalitan, berputar, dan menyesuaikan. Meskipun nilai membaca. di seluruh wilayah tersebut menunjukkan rata-rata penurunan setiap tahunnya sebesar 2 persen, para siswa yang terlibat dalarn kegiatan menari tersebut memperlihatkan peningkatan nilai membaca (MAT) sebesar 13 persen dalam enam bulan.
Lyelle Palmer, Ph.D., dari Winona State University (Palmer dan McDonald, 1990) juga telah mendokumentasikan perolehan yang signifikan dalam atensi dan membaca dari aktivitas simulasi yang sama. Banyak pendidik yang sudah mengetahui koneksi ini, masih banyak anak‑anak yang kehilangan kesempatan mendapatkan stimuli seperti ini begitu. mereka melewati masa sekolah dasar. Namun, hubungan antara gerakan. dan pembelajaran, terus berlanjut sampai sepanjang hidup.
Sebagian orang ada yang meyakini bahwa simulasi sensori adalah sangat penting, di mana jika tidak mendapatkannya, seorang bayi mungkin tidak dapat mengembangkan hubung­an gerakan dan kesenangan di dalam otaknya. Meskipun lebih sedikit koneksi yang dilakukan dalam penelitian antara cere­-bellum dan pusat kesenangan otak, ada pemikiran yang terus berkernbang bahwa sebagian bayi yang tidak mendapatkan sentuhan, gerakan, dan/atau interaksi, mungkin akan tumbuh dengan temperamen yang keras. Oleh karena tidak dapat mengalami kesenangan melalui saluran‑saluran yang biasanya digunakan untuk aktivitas yang dapat membawa kesenangan, maka mereka membutuhkan kondisi yang intensi, kondisi yang keras, mungkin dapat mendorong mereka kepada respons‑respons antisosial. Dengan penyediaan kebutuhan "obat" (yang berupa gerakan) yang layak, anak‑artak akan menjadi baik; namun cobalah biarkan mereka kehilangan "obat" ini, dan masalah pun akan muncul.
D. PENDIDIKAN FISIK DAN PEMBELAJARAN
Kepala Dewan Kebugaran dan Olahraga (Council on Fitness and Sport) menyatakan bahwa semua siswa K‑12 membutuhkan setidaknya tiga puluh menit setiap harinya untuk melakukan gerakan fisik yang dapat menstimulasi otak; dan penelitian mendukung pemyataan ini. Bahkan sebetulnya, Larry Abraham, Ph.D., di Bagian Kinesiologi University of Texas, di Austin mengatakan, "Para guru kelas harus membuat para muridnya bergerak untuk alasan yang sama. dengan yang dimiliki para guru pendidikan fisik. " Pendidikan fisik, gerak badan, drama, dan seni semuanya menunjang, dan bukannya mengganggu, "kurikulum inti".
Dalam eksperimen yang dilakukan oleh William Green­ough di University of Illinois (1991, 1992), tikus‑tikus yang melakukan gerak badan dalam lingkungan yang diperkaya memiliki jumlah koneksi antar neuron yang jauh lebih besar daripada tikus‑tikus yang tidak melakukannya. Tikus‑tikus itu juga memiliki lebih banyak kapiler di sekitar neuron otak mereka daripada yang diam. Dengan cara yang sama, olahraga dapat membentuk otot‑otot, jantung, paru‑paru, dan tulang kita, seperti itu pulalah olahraga juga dapat memperkuat basal ganglia, cerebellum, dan corpus collosum‑area‑area penting otak. Yang mengherankan adalah temyata hanya 36 persen dari para siswa K‑12 di Amerika yang berpartisipasi dalam program fisik setiap harinya. Kita tahu bahwa olahraga mengisi otak dengan oksigen, tetapi ia juga dapat memicu pelepasan neurotrofin, yang dapat meningkatkan pertumbuhan, meme­ngaruhi suasana hati, menyimpan memori, dan meningkatkan k‑oneksi antarneuron.

Mark Hallet Ph.D., di National Institute of Neuroanatomy, mengatakan bahwa keunggulan dalam performa fisik barang­kali menggunakan 100 persen dari otak. Tak ada aktivitas fisik yang diketahui dapat mengkIaim pemyataan ini. Fred Gage, seorang neurobiologis dan ahli genetika. di sebuah institut terkemuka di dunia, Salk Institute di La jolla, California (1999), mengatakan bahwa olahraga yang teratur dapat menstimulasi pertumbuhan sel‑sel otak baru dan memperpanjang ketahan­an sel‑sel yang masih ada. Dalam mendeskripsikan hasil studi di bidang ini, Gage menyebut perbedaan antara orang yang melakukan olahraga dan tidak, "kemandekan".
Para peneliti James Pollatschek, Ph.D., dan Frank Hagen, Ph.D., mengatakan, "*Anak‑anak yang terlibat dalam pendidik­an fisik setiap harinya memperlihatkan kebugaran motorik, performa akademik, dan sikap terhadap sekolah yang lebih superior jika dibandingkan dengan mereka yang tidak me­lakukan olahraga harian.",Peneliti dari University of Nebraska Richard Dienstbier, Ph.D. (1989) mengatakan bahwa aerobik dan bentuk‑bentuk "olahraga yang menguatkan" lainnya da­pat memberikan manfaat mental yang lebih lama. Rahasianya, menurutnya, adalah bahwa latihan fisik sendiri tampaknya dapat "melatih mempercepat respons adrenalin‑noradrenalin dan menumbuhkannya kembali dengan cepat." Dengan kata lain, dengan menggerakkan badan Anda, otak Anda juga akan menjadi mahir dalam merespons tantangan mental. Olahraga dalarn jumlah yang cukup, "tiga kali dalarn serninggu, dua puluh menit sehari, dapat memberikan pengaruh yang sangat bermanfaat," beliau menambahkan.
Ilmuwan saraf dari University of California, Irvine mene­mukan bahwa olahraga dapat memicu pelepasan BDNF (brain derive neurotropic jactor~ sebuah faktor negrotopik yang ber­asal dari otak. Substansi alamiah ini dapat meningkatkan kog­nisi, dengan memacu kemampuan neuron‑neuron untuk ber­komunikasi satu sama lain. Ketika peneliti Irvine ini mengkaji tikus‑tikus yang sudah tua yang telah melakukan gerak badan setiap harinya pada roda putar, mereka menemukan tingkat BDNF yang meningkat dalarn berbagai area otak, termasuk hipokampus yang sangat penting bagi pemrosesan memori. BDNF telah memperlihatkan adanya akselerasi perkembangan potensi jangka panjang (long term potentation ‑LTP) atau pern­bentukan memori pada tikus‑tikus muda. Ketika para peneliti membiakkan tikus yang tidak memiliki gen BDNF, mereka menemukan bahwa hewan tersebut jelas mengalami keku­rangan LTP di dalam hipokampus. Mereka kemudian dapat memperbaiki kekurangan tersebut dengan memasukkan gen BDNF ke dalam neuron‑neuron hipokampal pada tikus‑tikus ini. "Penemuan kami menunjukkan implikasi potensial bagi pengembangan pembelajaran dan memori pada hewan muda dan anak‑anak," kata peneliti Bai Lu dari National Intitute of Child Healh and Human Development. Ira Black, seorang pe­neliti di Robert Wood johnson Medical School, dan rekan­-rekannya yang menemukan pengaruh potensial dari BDNF pada LTP, yakin bahwa penemuan‑penemuan tersebut juga menawarkan kemungkinan baru untuk mempelajari dan me­rawat kehilangan memori dalam gangguan penyakit seperti Alzheirner.
Dalam studi lainnya, psikolog dari Utah, Robert Dustman, Ph.D., (1990), membagi subjek ke dalam tiga kategori: pelaku aerobik yang giat, pelaku olahraga nonaerobik moderat, dan bukan pelaku olahraga sama sekali. Hasilnya mendukung pe­nemuan dari studi yang serupa. Pelaku olahraga aerobik me­nunjukkan perkembangan dalam memori jangka pendek, waktu reaksi yang lebih cepat, dan lebih kreatif daripada yang tidak melakukan aerobik. Barangkali hasil yang paling drama­tis dialami dalam proyek yang dilakukan oleh Vanves dan Blan­shard di Canada, yang mengungkapkan bahwa ketika pendi­dikan fisik ditingkatkan menjadi sepertiga dari jam sekolah, maka nilai akademik juga meningkat.
Di balik semua ini, karena olahraga dapat menurunkan stres, maka di sana juga terdapat efek samping yang berguna. Sehingga, latihan fisik masih merupakan salah satu cara terbaik untuk menstimuli otak dan meningkatkan pembelajaran.

Apa Artinya Hal Ini bagi Anda
Berfokuslah dalam mengintegrasikan aktivitas‑aktivitas gerak­an ke dalam pembeiajaran sehari‑hari. Berikanlah lebih banyak lagi gerakan yang bukan hanya sekadar aktivitas‑aktivitas yang diberikan begitu saja. Fasilitasilah latihan peregangan, berjalan dan berbicara, menari, permainan peran, perubahan tempat duduk, mengenergikan dengan cepat, dan permainan­-permainan gerak. Seluruh pemikian tentang hanya menggu­nakan pemikiran logis di kelas matematika sudah tak ada la­gi di hadapan penelitian tentang otak saat ini. Pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan otak berarti menjalin mate­matika, gerakan, geografl, keterampilan sosial, permainan pe­ran, sains, dan pendidikan fisik secara bersama‑sama.

E. BAGAIMANA AKTIVITAS FISIK MENDORONG PEMBELAJARAN
Olahraga melakukan beberapa hal untuk otak. Yang pertama, ia dapat meningkatkan sirkulasi supaya neuron‑neuron indi­vidu mendapatkan lebih banyak oksigen dan nutrien. Yang kedua, ia dapat mendorong produksi hormon NGF (nerve growth factor ‑ fak­tor penumbuh saraf) yang meningkat­kan fungsi otak. Yang ketiga, gerakan-­gerakan repetitif motorik kasar dapat menstimulasi produksi dopamin, yang merupakan neurotransmiter pembang­kit suasana hati.
"Latihan aerobik jelas dapat meningkalkan kemampuan berpikir dan pembelajaran," kata Di­enstbier (1989) karena, dia menambahkan, "gerakannya saja sudah dapat melatih respons adrenalin‑noradrenalin yang ce­pat dan segera dapat menumbuhkannya kembali," Respons adrenalin ini sangat penting untuk menghadapi dan mengatasi tantangan. Ned Herrmann, Ph.D., (1988), mengemukakan bahwa berjalan cepat selarna dua puluh menit sekalipun sudah cukup dapat menyumbang pada tubuh dan pikiran. "Yang terpenting adalah pergi ke luar dan menggerakkan tubuh An­da," demikian beliau menyatakan.

F. MENGAPA BERMAIN MENJADI BAGIAN DARI PEMBELAJARAN
Memang benar bahwa membuat bermain menjadi lebih pen­ting dari para masalah subjek akademik memang kontrapro­duktif, gerakan harus dipandang sama terhormat dan penting­nya dengan apa yang disebut "buku pelajaran". Memang kita mengharapkan supaya kita dapat mengalokasikan dengan le­bih baik sumber‑sumber kita dalam cara dapat memanfaatkan kekuatan tersembunyi yang ada dalam gerak badan, aktivitas, dan olahraga. Salah satu alasan yang paling kuat untuk meli­batkan para pembelajar dalam permainan yang berguna adalah alasan biologis: Semua mamalia suka bermain. Mereka ber­main supaya dapat mempelajari perilaku dalam cara yang tidak mengancam. Anak singa akan bergumul satu sama lain dalam permainan perkelahian; dan sembari mereka tumbuh, gerak­an yang mereka pelajari dengan teman bermainnya yang lucu diterjemahkan ke dalam keterampilan‑keterampilan mem­pertahankan diri. Sama haInya ketika manusia asyik bermain, kegiatan itu akan memberi kesempatan kepada kita untuk mempelajari keterampilan‑keterampilan motorik, emosional, sosial, dan kognitif dalam lingkungan yang dapat menunjang performa pembelajaran yang hampir sempuma.

Apa Artinya Hal ini bagi Anda
Ada banyak cara bagi para pembelajar untuk mempelajari ber­bagai macam keterampilan dalam format permainan. Per­mainan yang menurut sebagian orang terialu longgar, tidak akademik, atau tida~ terstruktur mungkin adalah permainan yang sebetulnya paling dibutuhkan para pembelajar. Integrasi­kanlah pembelajaran tentang fakta dengan permainan seperti kejar‑kejaran, lempar bola, bola kasti, permainan kooperatif, serta “Permainan‑permainan baru “ dan aktivitas drama. Selain itu, ada nilai intrinsik yang terkandung dalam olahraga, sandi­wara, menari, permainan peran, akting, spontanitas, dan si mulasi. Jangan pernah berasumsi bahwa siswa Anda akan mendapatkan latilhan yang layak dari tempat lain. Setidaknya, doronglah para siswa melakukan aktivitas fisik di luar kelas dan jika memungkinkan berikanlah beberapa saat untuk mela­kukan peregangan atau menarik napas dalam di kelas untuk meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.

G. STIMULASI BAGI TUBUH DAN PIKIRAN
Biasanya, jika Anda tidak mau kehilangan kelereng Anda, se­baiknya Anda menggunakannya sepanjang hidup Anda. Pe­neliti sekaligus neuro‑epidemiologis Perancis Jean‑Francois Dartigues (1994) mengatakan bahwa orang yang bukan intelektual cenderung menghadapi masa uzur dalam hidupnya. Dartigues melakukan studi terhadap 3.700 orang yang berusia 65 tahun yang menghubungkan pemfungsian intelektual de­ngan pekerjaan mereka sebelumnya. Kemudian dia menye­suaikan beberapa variabel seperti usia, jenis kelamin, dan bahkan risiko‑risiko lingkungan dan racun. Dia menemukan bah­wa. subjek yang menunjukkan hasil terbaik dalam tes tersebut bukanlah mereka yang memiliki pendidikan formal tinggi, tetapi mereka yang memiliki kader yang menuntut kemam­puan intelektual.
Dalam studi yang dilakukan Dartigues, setelah memasuki masa pensiun, seorang pekerja perkebunan menjadi enam kali lebih sering mengalami‑gangguan mental daripada mereka yang memiliki pekeraan yang lebih intelektual, seperti guru, pelatih eksekutif, manajer, dan profesional kerah putih lainnya (lihat Cambar 12.4). Akan tetapi, bagi manajer perkebunan, yang pekerjaannya membutuhkan pemikiran yang lebih menantang, tingkatnya mencapai 2,9 kali daripada pekerjaan inte­lektual.
Pemenang penghargaan Hadiah Nobel Eric Kandel dan ilmuwan saraf Michael Mewdnich telah melakukan studi terhadap pengaruh manipulasi digital pada otak seekor durukuli (= owl monkey; monyet yang aktif malam hari) yang hasilnya sangat menarik. Monyet itu diberikan kognisi manipulatif sela­ma satu jam setiap harinya selama tiga bulan, sementara para ilmuwan tersebut mengukur dan mencatat area otak yang ber­hubungan dengan gambar‑gambar yang melambangkan mo­nyet itu dilarang menggunakan. Ketika efek pembedaan dari gambar‑gambar tidak digunakan untuk manipulasi, dibanding­kan dengan yang menggunakannya, ilmuwan ini menemukan peningkatan yang substansial dalam. ukuran dan koneksi neu­ral di dalam area otak yang berhubungan dengan gambar-­gambat yang digunakan dalam manipulasi sehari‑ hari, yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat meningkatkan la­pisan otak secara fisik.
Untuk contoh pada manusia, pertimbangkanlah bagaima­na proporsi besar dari seorang pianig konser tetap bisa tajam dan mampu mengartikulasikan secara verbal sampai usia tua. Sebagian orang berspekulasi bahwa stimulasi jangka panjang pada jari‑jemari sepertinya juga menstimulasi otak. Individu yang sudah tua yang biasa bermain kartu, catur, atau shuffle­board juga memiliki kesempatan yang lebih besar untuk tetap tajam daripada mereka yang melakukan aktivitas‑aktivitas mo­torik kasar, seperti joging atau. berjalan.

Apa Artinya Hal Ini bagi Anda ?

· Lakukanlah latihan peregangan dan pernapasan yang lebih iambat untuk meningkatkan sirkulasi dan aliran oksigen ke dalam otak
· Libatkanlah penyemangat setiap dua puluh menit atau semacamnya
· Pastikan bahwa sebagian aktivitas terencana Anda me­miliki komponen yang mengandung gerakan fisik (pergi ke luar untuk melakukan proyek, mengerjakan teka‑teki me­nyusun potongan gambar, dsb.).
· Berikanlah manipulatif: Biarkan para siswa memegang, membentuk, clan memanipulasi tanah liat atau objek‑objek lainnya.
· Berikan izin kepada para siswa untuk berdiri tanpa me­minta izin, bergerak di sekitarnya, meregangkan tubuh, atau mengubah postur, supaya mereka dapat memonitor dan mengatur tingkat energinya sendiri.
· Fasilitasilah gerakan tangan setiap hari dengan permainan tepuk‑tangan, menari, teka‑teki, dan manipulatif. Temukanlah cara‑cara baru untuk menggoyangkan tangan atau saling menyapa satu sama lain.
· Libatkanlah para siswa dalam aktivitas‑aktivitas yang ko­operatif clan kerja kelompok.
· Berikanlah kegiatan yang menawarkan tingkat tantangan fisik dan mental yang bervariasi dengan banyak mekanis­me umpan balik untuk mendukungnya
· Perkenalkanlah aktivitas‑aktivitas, lokasi pernbelajaran, dan pilihan yang menuntun adanya gerakan, yang baru dan segar.
· Doronglah berbagai sasaran, ide, dan pengalaman yang dikembangkan oleh siswa sendiri.


H. FISIOLOGI DAN POSTUR PEMBELAJAR MEMENGARUHI PEMBELAJARAN

Para guru sudah sejak lama mengetahui secara instingtif bahwasiswa dengan postur yang agak bungkuk kurang mampu belajar daripada yang siswa siaga dengan postur tegak. Akan tetapi seberapa langsungkah hubungan antaran pembelajaran dengan fisio­logi siswa? "Tubuh manusia, seper­ti yang direpresentasikan di dalam otak adalah kerangka referensi yang tak terpisahkan dari proses neural yang kita sebut berpikir." Demikian Antonio Damasio (1994). "SebetuInya, itu memang referensi mendasar yang nyata bagi kemampuan kita untuk memaknai dunia."
Penelitian yang dilakukan oleh Max Vercruyssen, Ph.D. dari University of Southern California mengemukakan bahwa aliran darah dan oksigen ke otak memang ikut bertanggung jawab pada efek postur pada pembelajaran. Dia menemukan, ketika subjek diminta berdiri, detak jantung mereka meningkat rata-rata sepuluh detakan per menit. Sebagai akibatnya semakin banyak darah yang mengalir ke otak, yang kemudian mengaktifkan sistem saraf sentral untuk meningkatkan percikan neural. Beliau menyimpulkan, bahwa berdiri, menciptakan peningkatan atensional, mempercepat pemrosesan informasi antara 5 sampai 20 persen, serta meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak yang mencapai 10 sampai 15 persen.

Siswa yang berdiri cenderung lebih siaga dan siap untuk belajar, karena detak jantung mereka yang lebih cepat mendorong aliran darah dan oksigen yang lebih banyak ke otak

Otak manusia, yang hidup dengan oksigen, mungkin saja kekurangan oksigen di kelas! Para peneliti di Florida University menemukan bahwa lumba‑lumba (mamalia yang bernapas dengan oksigen) mengubah kapasitas paru‑parunya hampir 90 persen setiap kali mereka muncul ke permukaan air untuk bernapas. Sehingga, sebagian besar udara "pengap" mereka digantikan dengan oksigen segar. Jika Anda membandingkan hal ini dengan studi terhadap manusia yang mengemukakan bahwa para siswa umumnya hanya mengubah 10 sampai 25 persen dari kapasitas paru‑parunya dalam tiap pernapasan di dalam ruang tertutup, orang dapat mulai memperkirakan kon­sekuensinya. Para siswa yang kekurangan oksigen cenderung akan merasa mengantuk, seperti yang ditunjukkan oleh pos­tur tubuh mereka.

Apa Artinya Hal Ini bagi Anda ?
Kita tidak sedang menyia‑nyiakan waktu belajar yang berhar­ga dengan memasukkan pendidikan fisik dan aktivitas gerakan dalam rencana‑pelajaran kita. Justru, kita malah menyia‑nyia­kan waktu belajar dengan membuat para siswa terialu banyak duduk. Ketika energi berkurang, buatiah agar para siswa berdiri sembari Anda terus melanjutkan berbicara untuk beberapa me­nit. Kemudian fasilitasilah aktivitas yang berbeda atau yang menyemangati, atau mintalah mereka untuk mulai melakukan diskusi yang relevan dengan temannya. Begitu sistem atensi­onal mereka telah diaktifkan kembali, biarkan mereka memilih untuk duduk atau berdiri

I. BAGAIMANA RELAKSASI DAN STRES MEMENGARUHI PEMBELAJARAN
Dalam studi terhadap tiga puluh sembilan orang dewasa yang dilakukan di School of Medicine, Stanford University, para pe­neliti menemukan bahwa pelajaran melatih ingatan akan lebih efektif apabila para siswa sedang relaks. Studi itu memper­bandingkan dua kelompok. Kelompok pertama diajari untuk merelakskan setiap otot di tubuh mereka, mulai dari kepala sampai jari kaki, sebelum pelatihan memori. Kelompok lain­nya hanya diberikan pengajaran mengenai sikap‑sikap positif. Kedua kelompok tersebut kemudian mengikuti pelajaran pe­latihan memori selama tiga jam dan pada puncaknya diuji me­ngenai apa yang telah mereka pelajari. Skor nilai secara kese­luruhan dari kelompok yang menerima instruksi relaksasi 25 persen lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
Meskipun stres dalam tingkat moderat (dan terkontrol oleh pernbelajar) diketahui cukup kondusif bagi pembelajaran baru sebagai kelanjutan dari saat relaksasi, trauma atau stres tingkat tinggi dalam jangka panjang diketahui dapat meng­ganggu. Ancaman, meskipun dalam‑beniuk pertanda negatif yang sederhana, dapat mempengaruhi fisiologi serta berdampak pada sikap, motivasi, dan pembelajaran. Bagian reptilian dari otak kita dirancang untuk merespons ancaman dengan cepat, dan dalam melakukannya, hal lain akan dinomorduakan ‑ Ail ‑caman guru bukannya hal yang tidak biasa dalam lingkungan sekolah. Bentuknya bisa saja sangat halus, bahkan, hanya be­rupa reaksi pikiran bawah sadar.

“Saya akan berdiri di sini sampai Kalian memutuskan bahwa kalian sudah siap mengajar”

Contoh ancaman yang sangat tipis dan samar seperti kalimat di atas mengimplikasikan ketidaksetujuan, dan memper­tontonkan kontrol. "Saya akan menarik kembali kebijaksa­naan saya, kemajuan kelas, dan informasi ujian sampai kalian bisa bertingkah laku seperti yang saya inginkan." Ancaman­-ancamam seperti ini akan berdampak negatif terhadap pembelajaran sepanjang waktu, dan mengurangi hubungan siswa‑ guru menjadi seperti hubungan antara majikan‑pelayan.

Apa Artinya Hal Ini baqi Anda?

Kurangi atau hilangkan ancaman. Relaksasi fisik mungkin le­bih penting bagi pembelajaran daripada yang kita pikirkan se­belumnya. Ajarilah siswa Anda mengenai manfaat relaksasi. Namun, lebih baik lagi jadikaniah hal itu sebagai bagian dari ru­tinitas sehari‑hari.

J. KONTRIBUSI JAMES ASHER
Bagi berjuta‑juta guru di seluruh dunia yang memohon kepada para siswa dengan mengatakan tolong duduk dan diam, james Asher adalah seorang pemberontak. Sebagai pioner dalam pelajaran bahasa kedua dan pengembang pendekatan Total Physical Response (TPR), Asher mempertahankan pendapatnya bahwa belajar pada tingkat fisik dan intuitif langsung dapat mempercepat penangkapan secara dramatis (1986). Hipotesis Asher adalah "ajarilah tubuh; dan tubuh akan belajar sama baiknya dengan pikiran." Untuk menggunakan pendekat­annya ini dengan sukses, disarankan untuk mempersiapkan kondisi‑kondisi berikut ini:
Ø Guru menciptakan pernahaman dan hubungan yang positif dengan para siswa.
Ø Iklim pembelajaran bersifat kooperatif, bersemangat aktif, dan menyenangkan.
Ø Guru menciptakan sebuah lingkungan yang saling meng­hormati.
Ø Memberikan instruksi imperatif kepada para siswa dalam cara memerintah yang halus.
Ø Para siswa cepat memberi respons tanpa menganalisis inputnya.

Pendekatan TPR Asher menggabungkan gerakan tubuh dengan pembelajaran baru. Dalam mengajar Bahasa Spanyol, misalnya, Asher mungkin hanya. akan berdiri, dan mengucap­kan kata "berdiri" dalam Bahasa Spanyol. Kemudian dia akan menyentuh lututnya dan mengatakan kata lutut dalam Bahasa Spanyol; atau mengatakan kepada para siswanya. untuk mengikutinya ketika dia berjalan di sekeliling kelas dan mengulangi kata berjalan dalam Bahasa Spanyol. Pendekatannya sangat alamiah, hampir seperti bagaimana cara orang tua mengajari seorang bayi. Meskipun Asher menciptakan pendekatan un­tuk mengajar bahasa, pendekatan ini juga dapat ditransfer ke­pada subjek lainnya. Pendekatan ini, misalnya dapat mem­bantu para siswa mengingat perbendaharaan kata, ejaan, geo­grafi, konsep sains, studi sosial, keterampilan‑keterampilan ko­laborasi, dan rumus matematika.
Apa Artinya Ini bagi Anda ?
Gabungkanlah pembelajaran baru dengan berbagai gerakan fisik Ambillah dari seni drama, seni murni, musik band, dan olahraga. Libatkanlah kelas Anda dalam permainan peran, tebak kata, permainan, dan aktivitas gerakan secara reguler. Pa­ra siswa dapat mengorganisasikan pantomim‑pantomim spon­tan untuk mendramatisasikan poin kuncinya. Lakukan tinjauan atas pembelajaran selanjutnya atau mengulang kembali pem­belajaran‑pembelajaran yang Ialu dalam iktan satu‑menit yang diadaptasi dari Iklan-Iklan televisi terkenal.

Membangkitkan Ide
- Gunakan tubuh untuk mengukur benda-benda di sekitar ruang dan laporkan hasilnya : “Lemari ini panjangnya 99 buku jari”
- Mainkan Permainan Simon Says (Kata Simon): “Kata Simon tunjuk ke arah Selatan; atau kata Simon tunjukkan lima sumber informasi berbeda di dalam ruangan ini.
- Lakukan pemetaan pikiran kelas raksasa atau bagi siswa ke dalam tim dan lakukan pemetaan pikiran kelompok.
- Buatlah agar para siswa bergerak di sekitar ruangan, seperti pemburu. “Berdiri dan sentuhlah tujuh objek di dalam ruangan ini yang mewakili spektrum yang tampak atau warna pelangi.
- Hubungkan lokasi dengan pemberlajaran baru. Misalnya, mintalah para siswa untuk “berpidah ke pinggir ruangan tempat Anda pertama kali belajar tentang rantai makanan yang berhubungan dengan ular peliharaan”
- Lakukan permainan berpikir dan latihan olah tubuh yang bermanfaat yang mengharuskan para siswa untuk bergerak. Misalnya, mintalah para pembelajar untuk “berpindah ke samping kiri ruangan jika mereka merasa lebih menyukai semut atau berpindah ke sisi kanan ruangan jika mereka merasa lebih menyukai gajah.”
- Bahkan permainan sederhana sekalipun yang kita pelajari sebagai anak-anak sangat baik. Buatlah para siswa bermain lompat tali dan menyanyikan puisi yang merefleksikan pembelajaran baru.
- Ejalah kata-kata sulit dengan nada lagu lama B-I-N-G-O sambil bertepuk tangan pada setiap huruf sampai semua kata tereja.
- Bangunkan kelas dengan permainan sederhana Hokie Pokie, Ring Around the Rosie, atau London Bridge. Bahkan orang dewasa pun dapat menarik manfaat dari permainan kesukaan anak-anak ini.



Membangkitkan Ide Berlanjut

- Lakukan permainan lempar bola dan masukkan muatan pembelajaran sebelumnya. Hal ini sangat baik untuk pengulangan, penguatan perbendaharaan kata, penyampaian cerita, atau pengungkapan diri.
- Buatlah agar para siswa menuliskan kembali lirik lagu-lagu yang familier untuk menggantikan kata-kata baru.
- Mainkan permaian verbal Tug of War (tarik-menarik), di mana pasangan siswa memilih sebuah topik dari sebuah daftar dan masing-masing harus memikirkan argumennya. Setelah kompetensi verbal, seluruh kelas melakukan permainan tradisional tug of war dengan lawan pasangan di sisi lain.
- Gunakan gerakan lintas-lateral, seperti menyilangkan kaki dan tangan. Gerakan-gerakan lintas lateral mengaktifkan kedua belahan otak untuk mengintegrasikan pembelajaran dengan lebih baik. “Tepuk kepala kalian, dan gosok perut kalian; sentuh bahu kiri kalian dengan tangan kanan” adalah contoh-contoh gerakan lintas lateral. Macam gerakan lainnya termasuk jalan di tempat sambil menepuk lutut dengan menyilang, menyentuh mata, lutut, siku, tumit dsb., secara menyilang.
- Fasilitasilah latihan peragaan dan pernapasan. Gilirkan pemimpinnya.
- Berikan waktu istirahat sejenak cukup sering untuk minum atau berjalan di sekeliling kelas; atau berikan opsi ini kepada para siswa setiap kali mereka membutuhkannya.
- Mintalah para soswa untuk merencanakan dan memimpin sesi kelas atau bagi mereka ke dalam tim dan buatlah agar masing-masing tim mempresentasikan sebuah aktivitas di hadapan kelas.

BAB III
DIGERAKAN OLEH EMOSI

A. APA YANG KITA TEMUKAN TENTANG EMOSI BELAKANGAN INI
Berbagai penemuan yang telah menyalakan lampu pada otak dan pembelajaran selama dua puluh tahun bela­kangan ini juga telah menjadi instrumen da­lam membentuk kembali pemikiran kita tentang emosi. De­ngan diperkenalkannya peralatan‑peralatan pencitraan‑ saraf yang menakjubkan, kita sudah dapat mengobservasi respons­respons internal (sebagai pelengkap yang eksternal) baik pada individu yang mengalami cedera otak ataupun yang tidak me­ngalami cedera‑otak; dan proses biokimia aktual dan jalur yang terbentuk dalam merespons berbagai macam emosi. Kita juga telah mampu mengidentifikasi bagitu banyak neurotrans­miter dan peptida yang memengaruhi emosi kita; dan kita baru saja mulai memahami bagaimana pesan‑pesan kimiawi ini dapat memengaruhi pembelajaran dan memori.
Selama tahun 1990 ‑ yang resmi diakui sebagai "Dekade otak"‑ empat orang ilmuwan saraf terkemuka, Antonio dan Hanna Damasio dari University of Lowa, Joseph LeDoux dari University of New York, dan Candace Pert dari Georgetown University Medical Center muncul dengan berbagai implikasi penting mengenai peran emosi.
B. PERAN EMOSI DALAM PEMBELAJARAN

Dalam karyanya Descrates' Error: Emotion, Reason, and the Hu­man Brain (1994), Damasio berargumentasi bahwa otak, pi­kiran, tubuh dan emosi membentuk sistem hubungan. Beliau mengkritisi pandangan yang berpemikiran sempit dari sejumlah neurolog tentang emosi: emosi yang tidak terkendali atau tidak terarahkan dapat menjadi sumber utama dari peri­laku yang irasional ... [tetapi] mengurangi emosi dapat menjadi sumber yang sama penting dalam membentuk perilaku irasio­nal," Beliau menambahkan. "Emosi itu. tidak terpisah, tetapi lebih bersifat terangkai dalam. jaringan neural dari akal sehat." Hasil karya Damasio, sebagian besar didasarkan pada studi terhadap subjek hewan dan manusia yang mengalami cedera otak, yakni cedera pada wilayah otak tertentu ‑ khususnya di bagian lobus prefrontal (secara bilateral) dan amigdala‑sehing­ga menghilangkan kemampuan untuk merasakan emosi, dan sebagai akibatnya, terjadilah kognisi yang keliru.
Dalam buku The Emotional Brain (1996) LeDoux mengana­lisis anatomi dari sebuah emosi. Mendasarkan karyanya pada sebuah meta-analisis terhadap penelitian sebelumnya (terma­suk dirinya sendiri), LeDoux berargumentasi bahwa emosi atau ilunsur rasa" adalah penting dalam semua fungsi mental dan “sangat besar kontribusinya terhadap atensi, persepsi, memori, dan pemecahan masalah." Bahkan sebetuinya, "tanpa unsur rasa," beliau melanjutkan, "kita akan gagal mengetahui apa yang sedang terjadi – kita tidak akan sampai pada detailnya. Akan tetapi terlalu banyak unsur rasa juga tidak baik." Jika kita terlalu melibatkan perasaan, kita akan menjadi tegang, gelisah, dan tidak produktif. LeDoux setuju dengan teori bah­wa ada berbagai sistem dapat memberi kontribusi kepada un­sur rasa, di mana empat di antaranya terletak di batang otak. Setiap area terdiri atas neurotransmiter yang berbeda yang dilepaskan oleh terminal aksonnya ketika sel‑sel diaktifkan oleh kebaruan yang dihadapkan padanya atau mendapat stimuli signifikan lainnya.
Menurut Jeff Tobby, Ph.D., dari University of California, Santa Barbara, sirkuit emosi tersebar luas dalarn otak kita. Mo­del lama hanya menghubungkan emosi dengan otak‑tengah ("sistem limbik"), wilayah lainnya kini juga diketahui terpe­ngaruh, termasuk korteks orbitofrontal dan lobusf‑rontal ventral. Namun, tentunya masih ada bagian lainnya yang juga terpe­ngaruh.
Meskipun sejumlah peneliti menyebutkan bahwa korteks orbitofrontal sebagai wilayah pernroses utama yang mengorganisasikan emosi dan kognisi kita, emosi bukanlah bagian eksklusif dari otak, Candace Pert, Ph.D., pengarang Molecules of Emotions (1997) juga mengatakan bahwa emosi itu bukan hanya peristiwa yang terjadi dalam otak, tetapi terjadi di selu­ruh bagian tubuh. Pekerjaari Pert selama tiga puluh tahun ter­akhir, termasuk penemuan 'reseptor opiate pada 1972, telah membantu. membangun dasar biomolekuler bagi emosi kita. "Kondisi emosional atau suasana hati," jelasnya, "dihasilkan oleh berbagai neuropeptida (dan neurotransmiter) yang melekat pada sel‑sel kita." Apa yang kita alami sebagai emosi atau perasaan adalah juga sebuah mekanisme untuk mengaktifkan sirkuit neuronal tertentu ‑ secara simultan di seluruh bagian tubuh dan otak‑yang memicu terjadinya perilaku berbasis psikologis, demikian beliau mengatakan.
Banyak ilmuwan lainnya, termasuk McCaugh (1998,1990), MacLean (1978, 1990), dan Coleman (1995) yang juga telah menuliskan tentang peran penting emosi dalam pembelajaran. Paul MacLean, Ph.D., salah seorang pioner dalarn penelitian tentang otak, mengatakan bahwa hal yang paling mengganggu mengenai cara otak "dihubungkan" adalah sistern wilayah­ tengah yang memaksakan pendapat bahwa yang paling utama adalah para pernbelajar harus merasa bahwa sesuatu itu benar sebelum ia meyakininya (1978). Terhadap hal ini MacLean me­ngatakan dengan agak membingungkan:
“Sistem wilayah-tengah, otak primitif ini yang tidak dapat menulis maupun membaca, memberikan kita perasaan tentang apa yang dimaksud dengan nyata, benar, dan penting.

C, PARADIGMA BARU: "LOGIKA EMOSIONAL”

Cara berpikir lama tentang otak adalah pikiran, tubuh, dan perasaan merupakan entitas‑entitas yang terpisah, tetapi se­benamya tak ada pemisahan antara fungsi‑fungsi ini. Emosi kita membantu unt‑uk memfokuskan logika dan akal sehat kita. Sisi logis kita membantu misaInya, menetapkan sasaran kita, tetapi sisi emosional kitalah yang memberikan hasrat untuk gigih berusaha. Emosi yang berlebihan atau tak terken­dali jelas dapat mengganggu pikiran rasional kita, tetapi ketiadaan emosi juga dapat menyebabkan gangguan yang sama terhadap pikiran, demikian Damasio (1994) mengingatkan ki­ta.
Pembelajaran yang holistik berarti bahwa kita menghargai emosi, perasaan, keyakinan, kebutuhan, masalah, sikap, dan keterampilan yang dimiliki para pembelajar; dan melibatkan semua hal ini di dalam. proses pembelajaran. Model akademik yang sudah ketinggalan zaman, yang hanya menunjuk teruta­ma pada aspek eksplisit dari pembelajar dan pembelajaran (yai­tu, fakta dan figur, benda‑benda yang dapat disentuh dan dili­hat, dsb.), maka model berlaku saat ini adalah model yang berpendapat bahwa kita dapat belajar paling baik dengan melibatkan pikiran, hati, dan tubuh kita. Semakin banyak aspek diri yang dapat kita masukkan ke dalam diri para pembelajar, semakin efektif fungsi kita sebagai pendidik.
Semua pembelajaran akan melibatkan tubuh, pikiran, sikap dan kesehatan fisik kita. Pembelajaran berbasis kemampuan otak ini mendukung upaya kita untuk memperhatikan berbagai variable berganda ini dengan lebih sering dan lebih komprehensif.

Pengaruh emosi terhadap perilaku kita sangatlah besar. Oleh karena ia memberikan kepada kita laporan “Iangsung" setiap saat pada respons tubuh, mereka menerima status prio­ritas. Para ilmuwan percaya jaringan‑jaringan penting yang memproses emosi menghubungkan sistem limbik, korteks pra‑frontal, dan barangkali yang terpenting adalah menghu­bungkan wilayah‑wilayah otak yang memetakan dan meng­integrasikan sinyal‑sinyal dari tubuh (lihat Cambar 14.2). Kita tahu bahwa kerusakan pada sistem limbik (terutama amigdala dan singulata anterior) dapat mengganggu emosi utarna (rasa takut, terkejut, dsb.). Akan tetapi, kerusakan pada korteks prafrontal mengompromikan pemrosesan emosi sekunder yakni, perasaan kita tentang pikiran kita, kata Damasio (1994). Emosi membuat kita memikirkan reaksi fisik terhadap dunia.
Ketika tubuh kita mengalami emosi‑emosi utama, otak kita akan "membaca"nya sebagai bagian dari informasi pen­ting yang menunjang kelangsungan hidup kita. Tubuh kita bertindak sebagai kerangka referensi penting bagi penciptaan realitas internal kita. Dengan kata lain, tubuh mencari data sensori, memberikannya kepada otak, kemudian menginte­grasikannya dengan emosi dan intelektual untuk membentuk "triumpirat berpikir" yang memberikan performa optimal dan tindakan pengambilan keputusan. Terlalu mengandalkan atau kurang mengandalkan salah satu dari ketiga elemen ini dapat mengganggu kualitas berpikir kita.
Pikiran kita tidak "terkontariiinasi" oleh emosi: Melainkan, emosi kita adalah aspek integral dari sistem pengoperasian neural. Emosi mempercepat kemampuan berpikir kita dengan memberikan respons fisik langsung kepada keadaan di seke­liling kita. Ketika sebuah keadaan membuat kita merasa baik, biasanya kita akan menyeleksi kembali suatu keadaan yang membuat kita merasa tidak baik. Ketika kita sangat menghar­gai sesuatu, baik berupa prinsip maupun seseorang, atau se­suatu, maka hubungan itu akan "terisi secara emosional". Jika emosi kita sangat terabaikan oleh orang lain (khususnya pada masa‑masa awal kehidupan), maka dapat terjadi "masalah‑ma­salah emosional", yang diperkuat oleh produksi sejumlah neu­rotransmiter secara berlebihan. Akan tetapi, reaksi yang intens semacam ini terhadap emosi kita, bermanfaat bagi kelangsung­an hidup dan membuat kita mampu melindungi hal‑hal yang penting, termasuk kehidupan kita.

Apa Artinya Hal Ini baqi Anda?

Kembangkanlah kesadaran yang lebih besar terhadap semua faktor yang memengaruhi para pembelajar Anda; dan luangkan waktu untuk memengaruhi sebanyak mungkin semua varIabel ini. Walaupun kita jelas tidak bisa memengaruhi semuanya, kita jelas bisa memengaruhi lebih banyak lagi variabel‑variabel ini daripada yang diharapkan secara tradisional. Kondisi emosi dari para pembelajar Anda setidaknya sama pentingnya de­ngan konten kognitif intelektual dari pelajaran yang Anda sam­paikan. Jangan pernah menghindari keterlibatan emosi; perla­kukanlah ia dengan lembut dan pribadi. Biarkan emosi negatif diproses dan emosi positif dihargai. Tingkatkan kondisi emo­sionai yang positif pada para pembelajar dengan kegiatan‑ke­giatan yang menyenangkan, permainan, humor, atensi perso­nal dan tindakan‑tindakan pemeliharaan. Membuat kondisi ini ke dalam model akan mengalari para siswa secara tidak lang­sung tentang bagaimana mengelola dengan lebih baik kondisi pembelajaran optimal mereka. Berikan waktu kepada para pembelajar Anda untuk mengurangi stres sebelum Anda me­nyampaikan informasi baru. Refleksikanlah prioritas‑prioritas Anda, sebagai seorang guru. Apakah Anda sudah menempat­kan emosi dan perasaan para pembelajar Anda pada posisi yang seimbang dengan penguasaan muatan dan keterampilan pembelajaran? Ingat, keduanya terhubung langsung secara biologis.

D. REAKSI KIMIA EMOSI
Reaksi kimia otak (neurotransmiter dan neuropeptida) dilepas­kan dari neuron dan ditransmisikan ke wilayah yang luas di dalam otak dan tubuh. Mulai dari kegembiraan sampai ketenangan, dari depresi ke euforia, reaksi kimia ini memengaruhi pikiran dan perilaku kita. Mereka bertanggung jawab pada lonjakan yang kita dapatkan dari meminum dua gelas kopi; kengerian saat mengendarai rollercoaster; dan perasaan‑pera­saan lainnya yang kita rasakan saat mengalami "rasa ketidak­pastian" ‑ adalah saat ketika neuropeptida dilepaskan ke da­lam otak Anda pada bidang reseptor dalam traktus gastroin­testinal. Sebagian dari input kimiawi yang paling berpenga­ruh terhadap perasaan dan perilaku meliputi serotonin, asetikolin, dopamin, dan norepinefrin yang dilepaskan dari wilayah seperti batang otak. Reaksi kimiawi ini selalu terjadi di dalam sistem kita; dan begitu suatu emosi terjadi, sangat sulit bagi korteks untuk mematikannya begitu saja. Mulai dari hasrat kita untuk belajar sampai dengan etika di kafetaria, bagaiinana cara kita bertindak biasanya merefleksikan bagaimana perasa­an kita.

E. APAKAH PERASAAN DAN EMOSI ITU SAMA?.

Para ilmuwan saraf biasanya memisahkan antara emosi dan perasaan. Emosi dibangkitkan dari jalur yang diotomatisasikan secara biologis dan dalam studi‑studi lintas‑budaya telah ditemukan dialami orang secara universal. Keenam emosi ini ada­lah senang, takut, terkejut/ heran, jijik, marah, dan sedih. Di sisi lain, perasaan adalah respons‑respons kita yang dibangun secara kultural dan secara lingkungan terhadap keadaan seki­tar kita. Yang termasuk dalam contoh‑contohnya adalah kha­watir, antisipasi, frustrasi, sinisme, dan optimisme.

Walaupuii‑menganalisis perasaan adalah sesuatu yang pro­blematik, kita memiliki sangat banyak perangkat yang merupakan cara yang spesifik dan ilmiah untuk mengukur emosi. Pengukuran ini meliputi respons elektrodermal (kulit), detak jantung, tekanan darah, aktivitas EEG, dan teknik pencitraan otak. Dengan prosedur~prosedur medis yang sudah dikenal ini, sebetuInya mudah saja membaca respons para siswa terha­dap rasa takut; akan tetapi, kita belum menemukan cara untuk mengukur pengalaman perasaan yang lebih ilusif ‑misalnya, tingkat simpati siswa terhadap teman sekelasnya.
Perasaan dan emosi berjalan melewati jalur biologis yang berbeda di dalam otak. Perasaan mengambil rute yang lebih lambat dan dengan banyak sirkuit, emosi selalu mengakses "jalur supercepat di otak. Jalur ini dicadangkan bagi informasi yang memiliki prioritas emosional terhadap pikiran terukur kita‑sebuah mekanisme pertahanan diri yang memastikan kejadian‑kejadian yang mengandung beban emosional yang intens segera mendapatkan perhatian.
Dalam situasi darurat, berhenti untuk menimbang dan menilai perasaan kita dapat membuat kita kehilangan nyawa. Ketika seekor singa mengejar Anda, ini bukan saatnya untuk merenung dan berkontemplasi. Seperti yang dikatakan oleh pengarang buku Emotional Intelligence, Daniel Coleman, status prioritas ini (meskipun memiliki tujuan penting) juga membu­at kita menjadi "dirampok secara emosional" oleh respons kita. Sistem emosional kita bertindak secara simultan dan indepen­den, serta kooperatif dengan korteks kita. Seorang siswa yang mendapat tatapan mengancam dari siswa lain, misalnya, mung­kin akan membalasnya bahkan sebelum "memikirkan"nya. "Pengajaran pengembangan ‑ perilaku" yang diberikan guru dalam merespons kejadian seperti itu barangkali tidak bisa berbuat banyak untuk mengubah respons‑respons "otomatis" semacam ini. Akan tetapi, para siswa memang perlu belajar tentang keterampilan‑keterampilan inteligensia emosional de­ngan tetap memerhatikan apa yang sedang terjadi di dalam tubuh mereka, dan kemudian mendorong terjadinya respons­respons yang lebih positif dari waktu ke waktu.

F. AMIGDALA YANG MENAKJUBKAN
Sementara wilayah lain dari otak membantu memproses emosi, amigdala‑sebuah struktur yang berbentuk seperti kacang almond di dalam sistem. limbik (lihat Gambar 14.2 dan 14.3) -memiliki peran yang sangat penting. Tertanam jauh dalam lobus temporalis, ia sudah matang saat kita dilahirkan dan menyimpan emosi‑emosi yang intens, baik yang bersifat ne­gatif maupun positif.
Amigdala merangsang pengaruh yang amat besar di sepanjang korteks kita. Korteks tersebut, misalnya, memperoleh input yang lebih banyak dari amigdala daripada sebaliknya; namun informasi tetap mengalir dalam dua arah. la bersifat reaktif, sedangkan lobus frontal bersifat reflektif. Meskipun amigdala sepertinya memang memiliki dua belas sampai lima belas wilayah emosi yang berbeda di dalamnya, sejauh ini hanya dua wilayah (yang berhubungan dengan rasa takut) yang telah terindentifikasi secara spesifik. Emosi‑emosi lainnya, seperti kesenangan yang intens mungkin terhubung dengan wilayah otak lainnya.
Tugas utama amigdala mungkin adalah tanggung jawab­nya untuk membawakan muatan, emosional ke memori. Oleh karena amigdala terhubung dengan hipokampus, sudah sejak lama ia dipercaya memainkan peran dalam memori. Banyak orang yang kini percaya bahwa amigdala tidak – memproses me­mori dengan sendirinya, tetapi ia dipercaya sebagai sumber emosi yang mengimbuhkan makna pada memori (Turkington 1996). la sangat peduli pada kelangsungan hidup kita dan membum­bui emosi atau. interpretasi perasaan kita dalam sebuah situasi.

G. TOMBOL PANAS DAN AMIGDALA
Pernahkah Anda mendengar tentang "tombol panas" yang di­picu oleb seorang siswa, anggota keluarga, atau rekan Anda? Sebagian besar dari kita pernah. Respons otomatis (biasanya dianggap negatif) terhadap sebuah ancaman yang dirasakan atau sejenisnya ini, barangkali adalah pengaktifan kembali se­buah pemicu dengan pola lama oleh amigdala Anda. Ancaman yang dirasakan tersebut barangkali hanyalah sebuah serangan, yang menarik perhatian, atau sebuah komentar yang sarkastik, tetapi terasa pada level yang sangat dalam sehingga diterima seperti ancaman bagi emosi kita. atau keselamatan fisik kita. Apakah kita berusia enam tahun ataupun enam puluh tahun, ketika amigdala kita mengatakan, "Hey! Keselamatan sedang terancam‑serang balik!" kita biasanya akan melakukannya. Untungnya, pola‑pola perilaku yang tidak produktif yang dise­babkan oleh trauma atau penelantaran masa kedl dapat diubah dengan kesadaran dan latihan.
Kita jarang mengeluarkan amarah dikarenakan tindakan berpikir. Akan tetapi yang terjadi adalah setiap kali kita bere­aksi, maka itu, adalah sebuah pemicuan kembali reaksi yang sudah ada atau yang sudah tersimpan. Pemicunya bisa saja sesuatu yang sangat tidak penting; namun demikian otak An­da mengatakan, "Beraksi! Ini mengerikan!" Dari waktu ke waktu tubuh dapat menjadi sebuah tempat penyimpanan si­kap‑sikap yang defensif. Ketika sebuah "tombol panas" dite­kan, kita (atau siswa kita) mungkin tidak mampu menghen­tikan reaksi tiba‑tiba kita. Akan tetapi kita bisa berhenti sejenak (jika ancamannya, sebetuInya, tidak berbahaya) dan kemudian menarik napas panjang dan dalam. untuk merelaksasikan diri. Setelah membiarkan diri kita "melalui" perilaku reaktif terse­but, kita. kemudian dapat memilih untuk bertindak dengan lebih pantas.
Oleh karena pertahanan adalah fungsi otak yang paling penting, sisiologi yang paling banyak terlibat dalam peran ini (pusat pemrosesan emosi kita) mendominasi kehidupan kita sehari-hari dalam lebih banyak cara daripada yang kita bayangkan.



Artinya Hal Ini baqi Anda?
Integrasikan emosi ke dalam proses pembelajaran. Sebuah ca­ra sederhana untuk melakukan hal ini adalah dengan mendo­rong para siswa untuk merefleksikan perasaan mereka. Dalam merespons pada sebuah tugas membaca, misalnya, Anda da­pat menanyakan pertanyaan seperti, "Ketika kalian membaca apa yang terjadi pada Johnny setelah ia mendengar yang sesungguhnya, bagaimana perasaan kalian?” Menanyakan kepa­da para siswa tentang bagaimana perasaan mereka tentang sebuah topik akan membantu menanarnkan pembelajaran kedalam memori mereka. Ingat, berpikir yang paling baik adalah dengan mengintegrasikannya dengan emosi. Beberapa perilaku mungkin akan terjadi terlepas dari apa yang Anda lakukan; dan banyak di antaranya bisa saja merasa putus asa. Terimalah kebutuhan mereka itu; dan bantulah para pembelajar bergerak melalui pengalaman untuk mencapai hasil yang lebih positif.
Berikut ini adalah tiga strategi langsung yang dapat digunakan
untuk dijadikan sarana altematif yang produktif dari ekspresi biologi, yang pada dasarnya berdaya guna:
• Ciptakanlah ritual‑ritual baru yang positif clan prod.uktif, se­perti jabat tangan kedatangan, memainkan musik, ucapan salam yang positif, pelukan, tos, dsb.
• Ciptakanlah ciri khas kelompok dengan ritual‑ritual kelas seperti nama kelompok, sorakan, gerak‑gerik, permain­an, dan kompetisi yang bersahabat
• Doronglah partisipasi ritual seperti tepuk tangan kelas ke­tika pera pembelajar memberi kontribusi atau mempresen­tasikan; tutup ritual dengan lagu, penegasan, diskusi, pe­nulisan jurnal, sorakan, penilaian diri, gerak‑gerik, dsb., dan bentuk ritual personal Anda sendiri untuk menghargai pencapaian seorang siswa seperti pernghargaan khusus, catatan atau pujian yang dikirimkan ke rumah, privilise eks­tra, dsb

Sirkuit‑sirkuit umpan balik positif semacam ini sangat berguna. bagi penilaian emosi untuk memantapkan pembelajaran. Bahkan, sebetulnya respons emosional inilah yang meng­gerakkan kita, bukan respons logis. Kita ini adalah makhluk yang emosional. Bahkan ketika kita mengevaluasi performa para siswa, sebetuInya itu hanyalah tentang bagaimana perasaan kita terhadap apa yang sudah kita dengar dan Iihat. Perasaan telah mewarnai evaluasi kita dengan kuat. Kita memang menyebutnya sebagai pendapat profesional, tetapi untuk me­ngatakan bahwa di sana tak ada keterlibatan emosi akan men­jadi suatu penyangkalan yang serius.
Emosi kita adalah kepribadian kita. Ketika para peneliti mengkaji subjek‑subjek yang mengalami cedera pada sebagian besar wilayah lobus frontal (wilayah yang disebut sebagal inteligensia tertinggi) mereka, jelas terlihat adanya penurunan skor yang signifikan pada uji inteligensia standar. Ketika para peneliti mengkaji subjek‑subjek yang mengalami cedera atau tidak memiliki amigdata, terlihat perubahan kepribadian yang jauh lebih signifikan. Berkurangnya fungsi amigdala dalam kapasitas yang cukup besar (jika bukan musnab.) menyebab­kan berkurangnya nuansa kreatif, imajinasi, dan emosional yang menggerakkan perasaan seni, humor, imajinasi, kasih sayang, musik, dan kemanusiaan. Sernuanya ini adalah intisari kepribadian ‑ kualitas‑kualitas yang dimiliki oleh mereka yang telah memberikan kontribusi besar kepada dunia seperti si jenius Quincy Jones, Martha Graham, Steven Hawking, Eddie Murphy, dan Bunda Teresa. SebetuInya, emosi kitalah yang telah menggerakkan kreativitas kita.
H. EMOSI DAN KONDISI TUBUH‑PIKIRAN
Emosi berdampak pada perilaku para siswa dengan menciptakan kondisi tubuh pikiran yang berbeda. Sebuah kondisi diri adalah sebuah momen pasti yang membeku yang terdiri atas sikap spesifik, irama napas dan keseimbangan kimiawi dalam tubuh. Keberadaan atau ketiadaan norepinefrini, vasopresin, testosteron, serotonin, progesteron, dopamin, dan puluhan unsur kimiawi lainnya dapat mengubah kerangka pemikiran dan tubuh seseorang secara dramatis. Seberapa pentingkah kondisi diri bagi kita? Kondisi diri adalah segalanya yang kita miliki: la adalah perasaan, hasrat, memori, dan motivasi kita. Kita digerakkan oleh emosi, Semua yang kita lakukan dimotivasikan olehnya. Ketika siswa Anda membeh sepasang sepatu Nike yang baru, mereka sebetuInya tidak sedang membutuhkan sepatu baru, tetapi lebih pada sedang mencari popularitas atau kepercayaan diri yang lebih tinggi. Perubahan kondisi diri itulah yang mereka cari! Bahkan membeli obat‑obatan terlarang pun merupakan bukti adanya hasrat mengubah kondisi diri ‑ mungkin supaya merasa lebih baik, atau sekadar untuk merasakan sesuatu, atau untuk tidak merasakan apa pun. Kita perlu memberi perhatian terhadap hal ini. Para guru yang membantu siswa‑siswanya merasa lebih baik terhadap diri mereka melalui kesuksesan pembelajaran, kualitas persahabatan, dan memberikan penghargaan berarti telah melakukan hal‑hal penting dalam pembelajaran yang sangat dibutuhkan otak.
Ahli bedah saraf Richard Bergland (1986) mengatakan, "Walaupun ia tidak terkurung di dalam otak, tetapi ia tersebar di seluruh bagian tubuh." Beliau menambahkan bahwa hanya ada sedikit‑keraguan di benaknya bahwa otak beroperasi lebih seperti kelenjar daripada seperti komputer. la memproduksi hormon, ia bermandikan hormon, dijalankan oleh hormon. Emosi adalah katalis yang memengaruhi konversi pikiran ke dalam hal‑hal fisik dalam tubuh. la mendistribusikan mo­lekul‑molekul peptida ke seluruh tubuh seperti sel‑sel darah putih. Emosi memicu perubahan kimiawi yang dapat mengu­bah suasana hati, perilaku, dan pada akhirnya kehidupan kita. jika orang dan aktivitas adalah konten dalam kehidupan kita, emosi adalah konteks dan nilai‑nilai yang kita pegang.

I. CARA MENGELUARKAN EKSPRESI
Banyak perilaku, seperti bergerombol, mendominasi, berdandan, hanyalah sekadar mengulang kembali pola‑pola perta­hanan diri zaman kuno. Namun demikian, beberapa dari pe­rilaku ritualistik yang biasa kita temui ini dapat menjadi kontra­produktif bagi pembelajaran kecuali kita memberikan cara yang positif bagi mereka untuk mengekspresikan hal ini.
Beberapa contoh dari ritual semacam ini adalah menyerang atau mengejek, rutinitas pemaksaan yang kasar, mengikuti mode, kelompok eksklusif, menekan teman, berdebat untuk hal‑hal sepele, bersaing untuk menarik perhatian, "memanas­-manasi," "membuat tempat rahasia" atau wilayah kekuasaan, tipe perilaku‑perilaku "sok Imasa", membuat gerombolan, menggoda satu sama lain, dan menaati mentalitas kelompok. Biasanya, para guru harus menghabiskan banyak energi untuk menghadapi ritual-ritual yang selalu silih berganti ini yang se­bagian besar tidak membawa hasil. Akan tetapi ada beberapa altematif yang dapat dilakukan.

Ritual dapat memenuhi kebutuhan para pembelajar tanpa harus menjadi sesuatu yang kontraproduktif bagi pembela­jaran. Lingkurigan pembelajaran yang berbasis kemampuan otak menghargai antropologi dari perilaku semacam ini dan mampu mengenali nilainya bagi organisme. Mereka memfo­kuskan pada memahami otak dan bekerja dengan kecende­rungan alaminya daripada berusaha melawannya sebagai usa­ha untuk menekannya.

Lingkungan berbasis kemampuan otak mendukung ekspresi emosi dengan cara,
Menciptakan iklim pembelajaran yang menguatkan otak.
Menghargai peran unsur‑unsur kimiawi dalam perilaku.
Tidak menyangkal pentingnya rekognisi perasaart dan emosi.
▼ Memberikan lebih banyak proyek‑proyek yang mengandung makna pribadi dan lebih banyak pilihan individu.
▼ Menggunakan ritual‑ritual yang produktif untuk me,nyesuaikan kondisi tubuh‑pikiran.
▼ Mempertahankan batas waktu. kondisi yang tanpa ancaman, tingkat stres yang tinggi, dan artifisial.
▼ Memastikan bahwa sumber‑sumber yang dibutuhkan untuk meraih sukses tersedia bagi seluruh siswa.
▼ Mencipta kelompok pembelajar multistatus yang didukung oleh tinjauan ulang dan umpan balik dari sesama teman.
▼ Menggunakan perangkat penilaian‑diri yang tidak mengancam untuk umpan balik.
▼ Menugaskan proyek‑proyek yang berorientasi kelompok besar yang menuntut para pembelajar untuk belajar bekerja dengan orang lain dan memecahkan masalah untuk kebaikan yang lebih besar.

J. PERANGKAT BERPIKIR EMOSI
Selama bertahun‑tahun kita percaya bahwa berpikir menjadi domain utama lobus frontal.. Kita menganggap wilayah ini sebagai tempat pengolahan pikiran‑pikiran brilian kita, pikiran "kemanusiaan terbaik kita". Sekarang kita tahu bahwa lobus frontal bisa membuat kita memperluas detail‑detail dari sa­saran dan rencana kita, tetapi emosi kitalah yang menggerak­kan pelaksanaannya dalam kehidupan kita. Itulah mengapa ketika kita meminta para siswa untuk menetapkan sasaran mereka, sama pentingnya dengan bertanya kepada mereka mengapa mereka ingin meraihnya, dan menanyakan apa sa­saran mereka itu. Anda mungkin akan berkata, "Tuliskan tiga alasan yang baik mengapa meraih sasaran kalian itu penting bagi diri kalian." Kemudian, buatlah agar para siswa saling menceritakan jawaban mereka satu sama lain.
Sebagian orang ada yang mengemukakan bahwa emosi adalah sebuah bentuk inteligensia ‑ sobuah penyulingan dari kebijaksanaan yang telah dipelajari vang bahkan mungkin telah terikat kuat di dalam DNA kita. Dengan kata lain, kita secara biologis telah terbentuk untuk mampu merasakan ta­kut, khawatir, terkejut, curiga, gembira, dan lega, pada sernua sinyal. Emosi adalah sumber informasi yang sangat penting bagi pembelajaran dan harus digunakan untuk menginforma­sikan kita, dan bukannya dianggap sebagai sesuatu. yang harus diabaikan atau ditaklukkan. Para siswa yang merasa ragu dan takut untuk berbicara di depan sekumpulan temannya, misal­nya, mungkin memang mempunyai alasan yang sangat kuat dan masuk akal atas ketakutannya itu: Kegagalan bisa membu­at mereka kehilangan status sosial yang sangat penting.
Emosi membantu. kita membuat keputusan yang lebih baik dan lebih cepat. Bahkan. sebetuInya, kita membuat ribuan keputusan‑mikro setiap harinya yang mencetminkan, mi­saInya, karakter kita entah itu yang baik maupun yang buruk, dapat diandalkan atau tidak, jujur atau curang, suka bergosip atau mulia, kreatif atau kaku, murah hati, atau pelit. Masing­masing keputusan itu dibuat dengan bimbingan tangan ‑ yak­ni nilai yang kita anut. Semua nilai hanyalah kondisi emosional. Jika nilai yang saya anut adalah kejujuran, maka saya akan merasa buruk ketika saya tidak jujur. Demikian juga sebalik­nya, saya akan merasa baik jika saya melakukah hal‑hal yang jujur. Dalam artian tertentu, karakter kita terbentuk oleh suara hati dari emosi kita. Terlalu sedikit atau terlalu banyak emosi biasanya bisa menjadi kontraproduktif, emosi kita setiap ha­rinya memainkan peran yang sanpt penfing dalam hidup kita; dan menjadikan kita seperti diri kita sekarang ini.
Kita inga t apa yang pa ing membebani secara emosi karena:
▼ Peristiwa‑peristiwa emosional menerima prernrosesan preferensial.
▼ Otak terstimulasi secara berlebihan ketika emosi yang kuat hadir.
▼ Emosi memberikan kita otak yang terstimulasi dengan lebih aktif dan lebih kimiawi, yang membantu kita mengingat dengan lebih baik.
▼ Semakin intens kebangkitan amygdale, sernakin kuat jejak yang ditanamkan.

SebetuInya, aldi memod dan neurobiologis dari University of California, San Diego Larry Squire (1987, 1992), mengatakan bahwa emosi itu, sangat penting, ia memiliki jalur memorinya sendiri. Oleh sebab itu, suatu hal yang biasa bagi parasiswa untuk mengingat lebih lama sebagian besar peristiwa seperti kematian seorang teman sebuah kunjungan lapangan, atau eksperimen sams langsung daripada pelajaran yang di­sampaikan secara lisan di dalam kelas. Sebagai guru, kita dapal dengan sengaja melibatkan emosi ‑ emosi yang produktif.
Kita sudah menempuh jalan sejauh ini! Pikiran lamanya adalah, "Pertama, kuasai kendali atas para siswa, kemudialn lakukan pengajaran." Sekarang ini, para neurosaintis akan me­ngatakan, "Pertama libatkan emosinya secara tepat, kemudian tetap libatkan terus." Melibatkan‑ emosi haruslah menjadi ba­gian instrinsik dari kurikulum, dan bukannya sesuatu yang sekadar dilekatkan kepadanya sebagai pelengkap yang dilibat­kan belakangan.

Apa Artinya Hal Ini bagi Anda ?

Kita tidak dapat menjalankan sekolah dengan baik tanpa menghargai emosi dan mengintegrasikannya ke dalam pelaksanaan sekolah sehari‑harinya. Banyak sekolah yang sudah melaku­kan hal ini: Mereka telah melakukan pertemuan antarpembe­laiar, kompetisi atietik, pembicara tamu, pertunjukan baca pui­si, proyek‑proyek komunitas, penyampaian cerita, debat, mem­bentuk klub, olahraga, pertunjukan drama, dan pertunjukan ko­medi. Bentuk ekspresi emosional manakah yang telah Anda lakukan?

Beberapa strategi berikut ini dapat Anda ikutsertakan un­tuk mernbantu para pernbelajar Anda memahami pentingnya emosi mereka sendiri di dalam proses pembelajaran.
● Model Peran: Tunjukkan kecintaan akan belajar. Bawalah sesuatu ke dalam kelas yang sedang dalam proses pembela­jaran‑sesuatu yang sangat menyenangkan bagi Anda. Ba­ngunlah keraguan, tersenyumlah, sampaikan kisah nyata yang emosional, putarlah sebuah CD baru, bawalah buku favorit, atau diskusikan buku yang baru dibaca, bawalah hewan piara­an ke sekolah, libatkan mereka dalam kerj a kornunitas; tetapi yang terpenting, tunjukkan antusiasme.
● Bergembira: Buatlah pesta; Berikan pengharga.an; dan li~ batkan tos lima jari, sorakan tim, makanan, musik, dekorasi, clan kosturn! Parnerkan hasil kerja siswa. MisaInya, ketika para siswa selesai melakukan pemetaan pikiran, mintalah agar me­reka berbagi dengan yang lain. Mintalah masing‑masing ke­lompok untuk menemukan setidaknya dua hal yang mereka sukai tentang pemetaan pikiran satu sama lain. Lakukan hal ini dalam atmosfer yang gembira: Putarlah musik latar bela­kang, doronglah tepuk tangan, dan berikan beberapa kata puji­an untuk pekerja.an yang telah dilakukan dengan balk.
● Kontroversi: Rancanglah sebuah debat, dialog, dekaton (pertandingan 10 macam kernampuan), pertunjukan perma­inan, atau diskusi panel. Setiap kali Anda mempertemukan dua kelompok dalarn persaingan, Anda akan melihat aksi! Tea­ter dan drama juga dapat menciptakan emosi yang kuat: se­makin besar produksinya, dan semakin tinggi tonggaknya, semakin besar emosi yang terlibat. Bahkan merencanakan da­lam skala seperti ini dapat menimbulkan stres, kegelisahan, antisipasi, keraguan, kesenangan, dan kelegaan: Cara apa lagi yang dapat melibatkan rentang emosi yang lebih luas?
● Ritual fisik: Ada sangat banyak contoh ritual kelas yang dapat menginspirasi dan melibatkan emosi. Beberapa contoh dapat meliputi, tepukan berpola, sorakan, lantunan, gerakan, atau lagu tema. Libatkan ritual kedatangan dan kepulangan yang lucu, cepat, dan sering untu.k menghindari kebosanan. Yang jelas, ritual perlu memerhatikan kesesuaian usia.
● Introspeksi: Berikan tugas‑tugas yang menuntut penjur­nalan, diskusi kelompok kecil, tukar‑menukar cerita, survei, interviu, dan tugas‑tugas refieksi lainnya. Gunakan tokoh atau isu untuk melibatkan para siswa secara personal. Mintalah para siswa untuk menuliskan atau membicarakan tentang peristiwa yang sedang terjadi yang menarik perhatian. Bantulah para pembelajar untuk menciptakan hubungan personal antara peristiwa‑peristiwa yang sedang terjadi, kurikulurn yang se­dang dijalani, clan kehidupan sehari‑hari mereka sendiri.

K. BELAJAR HARUS “MERASA BENAR!”
Karya Richard Bandler (1998) mengungkapkan bahwa otak kita memiliki tiga criteria yang harus dipenuhi supaya ia dapat "mengetahui bahwa ia tahu akan sesuatu" ‑ yang disebut juga kondisi diri‑yang‑yakin. Walaupun kriteria tersebut berbeda­beda antara orang yang satu dengan lainnya, secara umum, otak membutuhkan tiga bentuk verifikasi pembelajaran beri­kut supaya ia dapat benar‑benar memercayainya:
1) Modalitas (Fakta yang diterima melalui saluran sensori): Pembelajaran tersebut haruslah mendorong pada moda­litas dependen dari para pembelajar (yaitu, baik visual, auditori, maupun kinestetik). Kita harus melihatnya, men­dengamya, atau. merasakannya. Contohnya meliputi nilai ujian tertulis, pujian, mendapatkan tropi, senyuman pada wajah orang lain, penilaian positif dari teman, atau tepuk­an dari audiens.
2) Frekuensi: Pembelajaran harus didorong dengan pengu­langan. Pengulangan yang perlu dilakukan bervariasi mu­lai dari satu sampai dua puluh kali tergantung pada indivi­dunya. MisaInya, sebagian siswa mendorong pembelajaran mereka dengan melihat pada hasil ujian sebelumnya dan membaca kembali pertanyaan‑pertanyaan serta jawaban-­jawabannya sampai beberapa kali. Sebagian lagi mungkin ingin menyaksikan video tentang, sebuah subjek yang sedang mereka pelajari, di samping membaca beberapa bu­ku tentang itu, serta mengalami kunjungan lapangan yang berhubungan dengan itu. Yang lainnya barangkali hanya merasa bahwa‑‑mereka benar‑benar akan tahu sesuatu se­telah bisa mengajarinya kepada orang lain.
3) Durasi: Pembelajaran harus divalidasi untuk jangka wak­tu tertentu‑kapan pun, mulai dari dua detik sampai bebe­rapa hari, sekali lagi tergantung pada individunya. Oleh sebab itu, si pembelajar dapat belajar sesuatu dalam mo­dalitas dependen mereka, dan bahkan mereka dapat men­dorong pembelajaran mereka sampai beberapa jam, tetapi mereka masih merasa seperti belum memahaminya. Na­mun, sebuah durasi waktu yang spesifik, dapat mengubah perasaan ini. Hal ini adalah alasan lain mengapa pengu­langan merupakan langkah pernbelajaran yang cukup penting.

Begitu pembelajar telah mengalami pembelajaran sesuai modalitas yang mereka pilih, diberikan jumlah waktu yang tepat, dan jangka yang tepat, maka mereka sekarang akan me­rasa pembelajaran ini benar. Ketika hal ini terjadi, berarti kita telah memercayainya di dalam diri kita. Sampai saat ini bisa terjadi, maka pembelajaran hanyalah berupa data, den gan se­dikit makna.
Pikirkanlah seberapa seringnya Anda bertanya kepada diri sendiri tentang apakah Anda tahu akan sesuatu. Pernahkah Anda meninggalkan rumah dan tiba‑tiba bertanya‑tanya, "Apakah saya sudah mengunci pintu? Apakah saya sudah me­matikan seterika? Apakah saya sudah menghidupkan mesin penjawab saya?" Atau. anda barangkali melihat kembali pada kata‑kata yang baru Anda eja dan bertanya‑tanya, "Apa ini benar?" Hal ini bukan masalah memori. Hal ini adalah karena Anda tidak memercayai diri Anda. iika Anda percaya pada diri Anda, berarti Anda sudahmencapai kondisi diri‑yang­yakin.
Kita semua pernah mendengar orang yang mengatakan, "Saya akan memercayainya kalau saya sudah meRhatnya." Hal inilah jelasnya kasus pembelajar visual yang harus melihat se­suatu sebelum memercayainya. Orang yang lain lagi mungkin akan mengatakan, "Saya memang sudah melihatnya, tetapi Aku belum percaya." Ada juga orang yang mungkin merasa perlu memanggil tetangganya untuk meminta pendapat mere­ka sebelum mereka merasa bahwa mereka tahu. Ada juga yang mungkin akan berkata, "jika saya bisa menyentuhnya, memegangnya, atau. merasakan langsung, saya akan percaya." Ketiga respons ini merepresentasikan varibel‑variabel modalitas mayor‑visual, auditori, dan kinestetik.
Diri‑yang‑yakin sangat penting khususnya ketika pada saat mengubah keyakinan. Jika seorang anak sudah meyakini bahwa dia akan berhasil, hanya dibutuhkan "pemeliharaan dorongan" untuk menjaga keyakinannya itu. Akan tetapi, jika seorang siswa percaya bahwa dia adalah orang yang gagal dan Anda ingin agar dia meyakini hal yang sebaliknya, maka ketiga kriteria di atas harus disatukan. jika tidak, keyakinan internal siswa akan tetap sama.
Umumnya, para siswa yang disebut sebagai "berisiko", lamban, tidak bersemangat, atau tingkat rendah biasanya tidak mempunyai strategi‑strategi meyakinkan diri yang kuat. Me­reka bisa saja merupakan pribadi yang terlalu mudah yakin, artinya mengira bahwa mereka tahu sesuatu sebelum mereka benar‑benar mengetahuinya; atau mereka tidak mudah yakin pada dirinya, yang artinya rasa percaya diri mereka terhadap pembelajaran sangat rendah. Di sisi lain para pembelajar yang "berbakat", barangkali hanya karena mereka memiliki kete­rampilan meyakinkan‑diri yang lebih akurat, dan sebagai aki­batnya, memperlihatkan rasa percaya diri yang lebih tinggi.

Artinya Hal Ini baqi Anda?
Banyak pembelajar yang mengakses kondisi diri‑yang‑yakin pada diri mereka. Mereka tahu saja bagaimana meya­kinkan diri mereka tentang apa yang mereka ketahui dan apa yang ingin mereka ketahui. Mereka cenderung memiliki rasa percaya diri yang lebih baik, atau bahkan sampai arogan. Akan tetapi pembelajar lain mungkin tidak mudah untuk diyakini. Ki­ta semua pernah mendengar ada anak yang mengatakan pada orang tuanya bahwa mereka tidak belajar apa pun di sekolah. Meskipun mereka mungkin sebenarnya telah belajar banyak, pembelajaran berbasis kemampuan otak mengatakan kita ha­rus berusaha meningkatkan kondisi diri‑yang‑yakin untuk me­mastikan para pembelajar merasa bahwa mereka mengetahui­nya.
Untuk memasti.kan bahwa semua pembelajar meninggal­kan kelas Anda dalam kondisi "mengetahui apa yang mereka tahu," berikanlah kegiatan yang dapat memberikan mereka ke­sempatan untuk memvalidasikan pembelajaran mereka. Kegi­atan‑kegiatan tersebut harus meliputi ketiga modalitas yang ada, diulangi sampai beberapa kali, dan mampu bertahan sampai beberapa jam atau. beberapa hari. Beberapa contoh pende­katan yang sesuai dengan kriteria ini termasuk merancang kesempatan penilaian oleh teman, melakukan permainan peran, menugaskan penulisan jurnal, menciptakan instrumen‑instru­men penilaian diri, memberikan tugas yang menuntut kerja tim, dan pengajaran oleh teman. Ketika semua kegiatan ini sudah cukup dilakukan, para siswa akan meninggalkan kelas Anda dengan merasa 6ahwa mereka benar‑benar telah belajar sesua­tu.
Bagi mereka yang terialu mudah "beryakin‑diri," dan me­ngira mereka "tahu semuanya" jauh sebelum mereka benar‑be‑nar mengetahuinya, ada solusi lainnya. Mereka ini biasanya adalah para pembelajar yang lebih kontekstual. Berikan mere­ka kriteria daftar pengecekan pembelajaran; dan mintalah me­reka untuk menilai diri mereka sendiri berdasarkan ukuran yang spesifik. Hal ini akan membantu mendapatkan pandangan yang iebih realistik mengenai tingkat penguasaan mereka.

Pada akhir sebuah kegiatan, dengarkanlah ekspresi‑eks‑presi yang menegaskan bahwa para pembelajar sedang memproses kebenaran dari sebuah pengalaman, seperti "Rasanya ini tidak benar" atau, "Aku akan percaya kalau sudah melihat‑nya" atau, "tunggu sampai temanku mendengar tentang ini." Kalimat‑kalimat seperti ini mengindikasikan sebuah usaha untuk merasa. yakin akan sesuatu. Baru setelah itu benar‑benar dapat memercayainya.
Bagitu para siswa terhisap ke dalam pusaran motivasi intrinsik/keyakinan diri, maka pembelajaran selanjutkan akan menjadi mudah. Ritual‑ritual yang menimbulkan kegembira­an dalam pembelajaran sejalan dengan pergerakan siswa ma­suk ke dalam pusaran keberhasilan. Bahkan,. di balik usaha membuat pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, mereka menyimpan pembelajaran baru sebagai peringatan yang nyata dan berharga.



BAB IV KESIMPULAN
Latihan dengan intensitas sedang dapat meningkatkan fungsi otak dan membantu otak menyembuhkan diri sendiri. Umumnya orang berlatih olahraga untuk menguatkan otot dan tulang tubuh. Olahraga teratur dengan takaran cukup juga merupakan usaha mengurangi risiko serangan penyakit jantung koroner, stroke serta menurunkan kadar kolesterol.
Latihan-latihan olahraga, selain menurunkan kadar kolesterol yang jahat atau low density lipoprotein (LDL), juga menaikkan high density lipoprotein (HDL) atau kolesterol baik. Selain itu juga menurunkan kadar trigliserid, tekanan darah (terutama bagi mereka yang tekanan darahnya tinggi), menurunkan berat badan yang berlebihan, dan masih banyak lagi manfaat olahraga teratur. Dari penelitian akhir-akhir ini diketahui, latihan teratur dan cukup takarannya bermanfaat untuk mencegah dan merehabilitasi penderita osteoporosis. Namun, banyak yang belum tahu bahwa latihan olahraga juga sangat bermanfaat dalam meningkatkan fungsi otak.
Banyak orang tahu bahwa makan makanan yang banyak kandungan lemaknya berikut pola hidup yang kurang gerak akan berpengaruh terhadap kesehatan. Namun, mereka umumnya belum menyadari bahwa kebiasaan buruk tadi juga berpengaruh kurang baik pada memori dan kemampuan belajar.
Suatu penelitian di Jepang menyatakan bahwa mereka yang secara teratur melakukan jogging bila dibandingkan dengan yang tidak pernah latihan olahraga ternyata hasilnya lebih baik waktu melakukan tes belajar dan memori. Tugas-tugas yang diberikan itu harus menggunakan prefrontal cortex, yaitu daerah pada otak yang terdapat di belakang dahi dan digunakan untuk melakukan banyak fungsi.
Para peneliti membandingkan 7 pelari joging yang muda dan sehat dengan 7 orang yang bukan peminat latihan olahraga tersebut. Setelah berlatih lari 30 menit sehari selama 12 miinggu, para pejoging mempunyai kemampuan menghafal dan melakukantugas-tugas lain melebihi yang bukan pejoging. Jadi, para pejoging mendapatkan peningkatan yang jelas pada fungsi prefrontal cortex ketimbang yang bukan pejoging. Peningkatan ini akan menurun , bila para pejoging tidak berlatih lagi. Jadi, supaya fungsi otak meningkat lakukan latihan secara teratur.
Latihan teratur serta cukup takarannya dapat meningkatkan protein yang disebut brain derived neurotropic factor (BDNF). Protein ini sangat bermanfaat pada fungsi otak. Penelitian membuktikan kadar BNF dalam hippocampus akan makin tinggi jika makin pandai. Latihan olahraga meningkatkan kemampuan memori dan kemampuan belajar , karena olahraga meningkatkan kadar BDNF dalam otak.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa olahraga memiliki peran dasar yang lebih banyak pada fungsi saraf daripada yang diperkirakan sebelumnya. Perlu diketahui makanan berlemak dan tinggi gula dapat menurunkan BDNF yang juga berarti menurunnya fungsi otak.
Namun jika penggemar makanan berlemak dan bergula melakukan olahraga teratur, fungsi yang sehat dari otak dapat dipelihara. Singkatnya, latihan olahraga dapat memperbaiki pengaruh buruk pola makan yang tidak sehat pada fungsi kognitif dan fungsi saraf.
BUKU SUMBER

Jensen, Eric (2008), Brain Based Learning (Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak), Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rabu, 19 November 2008


Dia adalah anakku....
Bidadari kecil yang terlahir pada hari Minggu 20 Juli 2003 di sebuah rumah sakit bersalin Budi Asih. Ia diberi nama "NAKHLA RIZKYTA" namun pada awalnya saya menamakan "NAKHLA PERMATA SARI" tapi dari perundingan dengan ibunya dan karena rizky yang kami terima atas kelahirannya maka kami bersepakat membri nama belakang RIZKYTA (Rikzy Kita). Kata Nakhla berawal, dari istri sering mengingat dan membaca surat maryam, pada saat disebutkan kata nahl (pohon kurma) dia terhenti. Secara Filosofis pohon kurma adalah sebuah pohon yang tidak memerlukan banyak air namun dia bisa menghasilkan buah yang sangat manis. NAKH juga kami artikan sebagai lebah yang secara filosofis, sang lebah dia sekelompok mahluk yang kecil namun dia pandai mencari dan memilih makanan yang baik, sedangkan apa yang dia keluarkan berbuah manis (madu) itulah filosofis anakku "NAKHLA RIZKYTA" berharap semoga kelak anakku dapat menjadi peneduh menjadi pembela dan memberikan yang terbaik (manis) bagi seluruh umat manusia, dan dapat kami banggakan.